
POJOKSINEMA – Sebenarnya tema dan genre yang diusung ‘Vidkill’ cukup menarik, apalagi kombinasi grading colournya, berhasil menghasilkan visual pop dalam film garapan Max Pictures yang di sutradarai oleh Dyan Sunu ini.
Hanya saja treatment akting yang kurang berkesan disematkan pada tokoh Theo yang diperankan oleh Dikta, jauh dari kekuatan ‘bereksplorasi’ dengan kecakapan talentanya.
Bagi saya (penulis) tidak ada yang istimewa dari penampilan Dikta.
Sebagai genre thriller yang kerap haus dengan unsur-unsur suspense untuk menyeret ketegangan itu lebih dalam, Vidkill perlu memainkan notasi plot yang garang.
Bagaimana Vidkill secara total memboyong ketegangan tanpa ampun yang betul-betul bertenaga, bukan sekedar memberikan wahana gambar pop dan scoring yang terlalu padat.
Meski Vidkill tak masuk dalam area slasher movie.
Namun demikian Dyan Sunu tak perlu berhindar dari ‘taste’ thrillernya, kalaupun bukan film thriller dengan konsumsi slasher dan gore, secara visual semestinya Vidkill mampu meletupkan kengerian dan ketakutannya demi meleluasakan pakem keseruannya.
Seperti membangun dramaturgi dengan thrillernya sepenuh hati, itu yang paling saya inginkan (sebenarnya)
Tapi saya masih bisa kompromi dengan Vidkill, karena penampilan bintang perempuan lainnya seperti Estelle Linden yang berperan sebagai Stella, ada Gesya Shandy sebagai Sheryl juga Shindy Huang sebagai Kimmy.
Estelle Linden, tidak tampil buruk dengan performa akting yang tidak lebih, standar saja untuk pemain dikelasnya.
Namun, saya juga harus memberikan sedikit pujian, betapa bintang muda ini memiliki totalitas dalam seni peran.

Seperti ketika babak akhir film saat ia melihat rekaman pembantaian para kerabatnya, ekspresi yang dihembuskan dengan wajah polosnya berbalut bekas luka itu cukup mengagumkan.
Sekejap angan, kita diajak berpikir ada apa dengan ekspresi tersebut.
Tapi bagi penyuka plot twisted movie, tentu akan sangat mahir menebak.
Lalu ada penampilan Gesya Shandy, pemeran Sheryl, yang penuh kecakapan menggali dan mengerahkan segenap kemampuan seni perannya.
Nyaris tak ada yang kurang dalam penampilannya, meski ada yah jamak saja lah namanya juga akting (hanya dalam film).
Olah peran Shandy mulai menguap ketika teror yang mulai mengejar dirinya dan temannya.
baca disini : Tur edukasi Brilliant Sky Art dan Sekolah Kami ke PPHUI
Hanya saja lagi-lagi, kenapa muatan-muatan hasil eksplorasi Shandy (ini pun) tak maksimal dikelola secara visual, padahal untuk menciptakan rasa takut dan greget penonton sangat potensi.
” Untuk genre thriller ini film pertamaku, ”
Bahkan untuk menjaga kualitas permainan bintang muda Shindy Huang yang berperan sebagai Kimmy, pun film ini setengah hati memperlakukan stabilitas emosional.
Vidkill harus sekuat tenaga menjaga Continuity emosi yang lepas -lepas, agar scene-scene penting yang menderai ketegangan dan keseruan juga bisa dinikmati dengan klimaks!.
Tapi sekali lagi, film hanyalah sebuah karya imajinasi dan kreatif dari seseorang, dan bukan peristiwa sesungguhnya yang tanpa rekayasa dilihat mata.
Setidaknya Vidkill yang ditayangkan mulai 9 Desember di bioskop -dengan proses teknologi dalam produksinya- telah memberikan tontonan menghibur di kelasnya dengan bungkusan thriller dan sederet ketegangan dan kengerian dalam platform video call. (Q2)