POJOKSINEMA – Untuk film thriller misteri satu ini cukup cerdas idenya, The Apology bermain dengan jahitan cerita konflik ruwet tapinbisa dimaafkan.
Namun, anda juga harus memaafkan atas keruwetan film ini.
Ada upaya keras sutradara Alison Star Locke untuk memainkan drama penting dalam menafsirkan sebuah konflik dan ketegangannya.
Hanya mengandalkan rumah di tengah badai salju The Apology mencoba mengarahkan penonton dengan atmosfer drama yang sangat tertib.
Film yang dibintangi aktris Anna Gunn ( berperan sebagai Darlene) dan Linus Roache ( Jack) mengayunkan pesona mereka dengan daya tarik penyesalannya.
Melalui dialog keduanya secara intens, The Apology pada babak kedua berhasil merakit ketegangan dengan baik.
Lewat cerita cerita klise tentang romansa dan perseteruan, dua karakter justru menjadi dua cerita yang cukup nyaman disimak.
Semua cerita mereka dibungkus dengan kekecewaan, kepedihan, penyesalan, rasa bersalah di masa lalu yang harus di tebus.
Sebuah ide cerita yang sangat berani, untuk menghidupkan flavour ketegangan dan keseruan.
Namun demikian, film adalah alat penghibur rasa belaka, The Apology memang tak berlangsung mulus dengan dramaturginya.
Pada babak akhir film ini menggelayut dengan adab ketegangan yang kurang garam.
Meski tetap dibubuhi ketegangan dan adegan baku hantam, pun tak juga kuat mempertahankan taste film ini yang sesungguhnya.
Kemunculan tokoh Gretchen ( diperankan Janeane Garofalo ) juga tak berkuasa memberikan energy baru.
baca : Thriller Mindcage versus aktor kawakan, ramuan cerita yang kurang garam
Semua yang telah susah payah di bungkus, melalui kurva thriller yang naik turun hanya berakhir dengan garing.
Penutup yang bagi saya sangat terlalu biasa, meski saya sangat menyukai penampilan Anna Gunn.
Sepertinya –mungkin- film ini akhirnya murka dengan cerita nya sendiri, yang tak kunjung bisa tuntas dengan thrillernya.
Film The Apology tak langsung men-treatment kita untuk jujur kepada cerita film, jangan sampai menyesal menontonnya, begitu kali yah..? (Q2)
