Jin Qorin kembalinya Ubay Fox dengan proyek ambisius

gala premiere Jin Qorin
Gala Premier Jin Qorin ( foto : kciky herlambang/pojokisnema.com )

POJOKSINEMA – Jin Qorin hadir di bioskop menjumpai penontonnya pada bulan ramadhan. Film arahan Ubay Fox ini mulai tayang serentak 23 Maret di seluruh jaringan bioskop nasional.

Film ini bisa disebut kembalinya Ubay Fox di pentas sinema. Terakhir kali Ubay menggarap Roh Fasik ( 2019), film dengan genre horor-religi ( diistilahkan demikian).

Sayanganya Roh Fasik hanya disambut bisa-biasa saja di tanah air. Di masa pandemi perfilman Nasional harus merebahkan diri dari kesibukan produktifitas. Hampir banyak rumah produksi yang istirahat.

Banyak pekerja film yang harus betah berlama-lama di rumah karena ada aturan PSBB. Tanpa kecuali Ubay Fox, dirinya juga terkena imbas untuk ‘gak’ buat film dahulu.

Setelah melewati masa pandemic, tahun 2022 Ubay kembali memijakkan kakinya untuk sebuah karya film bioskop. Dengan penggarapan Jin Qorin, ia berharap kiprahnya akan kembali terlihat pasar.

Saya (penulis) tidak sempat bertanya kepada kerabat saya ini, kenapa ia harus membuat Jin Qorin. Apakah ia masih terobsesi dengan style Roh Fasik dengan genre horor-religinya?

Saya kira bukan itu, Ubay Fox teman diskusi saya, Beberapa kali kami luangkan waktu untuk berbincang seputar nsib film nasional.

Yang jadi persoalan – bagi saya- kenapa ia tidak memiliki ‘cita rasanya’ dengan Jin Qorin. Padahal ini juga bukan sub genre horor-religi. Jin Qorin melenggang dengan hasrat ambisiusnya sebagai sub genre horor-thriller-misteri.

Dalam film rilisan White Collar Pictures dan MAXstream ini, Ubay berupaya keras untuk membentuk metamorfosa karyanya. Tapi mungkin, Ubay juga lengah dalam beberapa catatan saya.

anissa hasim foto : kicky herlambang
Anissa Hasim ( foto : kicky herlambang/pojoksinema.com )
Jin Qorin melaju dengan kecepatan transisi yang agak menjengkelkan.

Kenapa demikian? Karena film ini terlalu ‘menghalalkan’ bahwa cara demikian sangat disukai penonton.

Setiap plot dan scene memang harus ada transisi, agar memudahkan penonton mencerna arah cerita. Bahkan jika film ini memainkan twisty plot, penonton Indonesia juga sangat cerdas mencerna.

Asalkan dengan treatment yang cerdas, maka kemasan twisty plot akan menjadi sangat mahal. Apalagi biasanya plot jenis ini selalu dibantu planting, untuk memudahkan penonton mengingat jika twist dimainkan di babak akhir.

Hanya saja, twist film ini tak memberi kejutan bagi saya, jika tak ingin disebut ‘bisa ditebak’.

Belum lagi masalah scoring pada sematan jump-scare yang basi. Saat kini bukan lagi era jump-scare seperti 15 tahun lalu, sound keras tapi hanya membuat berisik teater saja.

Horor modern  memang utuh jumpscare sebagai bonus lah. Tapi tidak penting juga suara kejut harus dikonsumsi penonton, apalagi jika scenenya juga jadi jump-scare gagal.

Ubay Fox dengan naskahnya sebenarnya saya sedikit punya ekspektasi, bahwa kali ini dia akan memberikan yang maksimal. Namun yang terjadi, harapan hanya tinggal harapan belaka.

Dirinya yang juga bertindak sebagai produser semestinya bisa lebih arif menyimak elemen kreatif A sampai Z. Hal ini penting agak komitmen dalam proses treatment pemain dan reading tidak melenceng saat di eksekusi dilapangan.

cast and crew Jin Qorin
Soal penampilan dan kemampuan para pemainnya, saya kira cukup
Dalam penataan montage, film ini juga seperti tidak stabil mengalirkan tone color yang diinginkan.

Entah apa yang terjadi pada proses color grading di studio. Sejujurnya saya tidak nyaman dengan variabel dan grafik color-nya.

Sebagai sutradara, kali ini  saya anggap Ubay lupa membingkai chemistry para aktornya. tak banyak yang dapat di simulasikan untuk mendevelope chemistry, meski sesekali terlihat.

Jin Qorin dengan Ubay Fox terlalu ruwet dengan kalkulasi ambisius sebuah karya. Meski, penonton tidak dirugikan untuk menikmati sensasi horor ala Jin Qorin.

Film ini juga memiliki argument gambar yang absurd pada persoalan setting lokasi yang disebut pabrik. Tapi sepanjang film dimana terjadi scene pabrik, saya tak melihat ada aktifitas mesin pabrik yang berjalan.

baca disini : Film Tulah 6/13 yang seharusnya bisa lebih bernyali

Soal penampilan dan kemampuan para pemainnya, saya kira cukup, tidak lebih meski perlu di tambal. Tugas sutradara lah untuk meramu agar para karakternya betul-betul melumat habis peran yang mereka mainkan.

Ada frame ‘mise en scene’ yang saya lihat begitu elok berhasil ditampilkan DOP film ini. Artinya film ini masih tetap tampil dengan keluhuran konsep, yakni : vintage movie!

Beberapa detail perabotan vintage saya kira lebih dari cukup di visual sebagai wali era cerita film ini.

Marthino Lio, Rama Michael, Annisa Hasim dan Tyara Vanesha juga Kanaya Gleadys telah berupaya keras menghadirkan tontonan menghibur untuk anda. Jangan lewatkan sensasi Jin Qorin mulai 23 Maret di bioskop! (Q2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *