
POJOKSINEMA – Ide cerita yang sangat menarik untuk mengangkat tema tentang penderita Leukemia dalam film drama Kartu Pos Wini. Praktis , saya (penulis) sedikit ber-ekspektasi akan banyak golden scene banjir air mata di film produksi Sinemata itu.
Film-film berbasis tema cerita penderita kanker darah memang banyak diusung sebagai tema komersil. Hanya saja tergantung bagaimana penulis naskah berkemampuan tinggi mengolah ceritanya.
Kartu Pos Wini : Surat Beralamat Surga pada babak awal berjalan dengan wajar yakni : memperkenalkan karakter masing masing pemain. Plot cerita pun (samar) akan mengantarkan penonton kepada curve naskah ke babak selanjutnya.
Hanya saja Kartu Pos Wini : Surat Beralamat Surga, di pertengahan babak kedua proses cerita mulai terasa dragging. Skenario tak berjalan semestinya, dengan harapan adanya gejolak pada story-tellingnya.
Skenario yang ditangani Endik Koeswoyo, Aris Muda, Saskia Desti tidak berjalan sebagaimana yang saya mau. Bahwa bila saja skenario ini tepat dengan treatmentnya untuk pemain maka saya tidak akan melihat Denira Wiraguna unggul sendiri.

Keelokan Denira Wiraguna
Penampilan Denira Wiraguna ( berperan sebagai Ruth) dengan pesona kecantikannya, tanpa disadari tak memberikan kesempatan eksplorasi bagi pemain lainnya. Denira nyaris melahap semua aksi peran lawan mainnya.
Dan sebenarnya ini adalah tanggung jawab Tarmizi Abka sebagai sutradara. Sepantasnyalah, ia jeli melihat bahwa terjadi kepincangan performa anatara Denira dengan para lawan miannya.
Alhasil sepanjang durasi, film ini hanya ’meng-elokkan’ Denira Wiraguna dengan kemampuan bakatnya. Kartu Pos Wini, seperti lupa atau mungkin malu-malu untuk meleluasakan ruang eksplorasi pemain lainnya.
Betapapun pada persoalan dialog, kecuali Denira Wiraguna, semua pemain lainnya terasa ‘garing’ berdialog. Tapi saya juga tak ingin sanksi bahwa pemain lainnya bak pesinetron yang hafal teks dialog.

Objek Pemanis
Untuk karakter Wini yang diperankan bintang muda (sebenarnya berbakat) Keiko Ananta akhirnya hanya menjadi objek pemanis yang tak manis rasanya. Karakter Wini sebenarnya berpeluang besar untuk meletup dengan unsur manusiawi dan problema yang dihadapi.
Namun saya juga sempat bertanya kenapa plot cerita ini harus maju-mundur dengan pengembangan buah pikiran penulis ceritanya? Kenapa tidak manfaatkan saja problem dan sisi manusia Wini yang teramat sabar dengan apa yang dihadapi?
Berandai saja jika karakter Wini menjadi kekuatan penuh ide cerita yang menjanjikan ini. Maka dipastikan Kartu Pos Wini bakal banjir air mata. Dan akan sangat banyak visual sinematik yang memanjakan mata kita.
Wini seorang anak berusia di bawah 10 tahun, memiiki kesikannya bermain dengan dialog cerdas. Momentum ini semestinya mampu terjaga untuk menguras energi Keiko.
Dan jika berhasil Keiko dengan karakter Wini-nya, mungkin akan mendongkrak kulaitas performa pemain lainnya.

Problem Chemistry
Alih-alih Kartu Pos Wini : Surat Beralamat Surga terlalu asyik memainkan romansa absurd antara Ruth, Krisna dan Reza. Jima tak ingin ditambahkan dengan Nayla ( Soraya Rasyid ), model foto yang juga tergila-gila dengan Krisna.
Tokoh Krisna yang sangat datar , bahkan emosionalnya tidak mampu diletupkan diperankan oleh Fajar Rezky. Sementara Reza diperankan oleh Ferly Putra.
Bahkan untuk melumat emosi antara Krisna yang tak punya rasa sayang dengan Nayla, skenario pun tak bisa berbuat banyak. Semua mengalir tanpa kekuatan.
Apalagi jika di babak kedua akhir cerita pun membelot kepada romantika malu-malu antara Ruth dan Reza -yang berada di Belanda. Hubungan lekat dua sejoli ini juga tak seperti layaknya insan yang mabuk asmara.
Hampir segala dialog yang mereka alirkan sangat biasa saja, meski juga disisipi pesan dan informasi tentang penyakit Leukemia.
baca juga yah : Kejutan Di FFWI 2023, Ada Hadiah Insentif Uang Untuk Pemenang
Pun demikian pada instalasi chemistry, hampir tidak ada visual yang dengan gagah mengabadikannya.
Seakan semuanya bermain dengan sendiri- sendiri.
Mungkin, saya melihat alasan tersendiri untuk film ini, bahwa Kartu Pos Wini bukan untuk mengajak kita mengeluh dan menyalahkan. Film ini seperti menjaga penderita Leukemia dan penontonnya dari ketakutan akan kanker darah.
Sepanjang menyaksikan film, memang tak ada ( bagi saya) golden scene meneteskan air mata. Karena itu tadi, Kartu Pos Wini : Surat Beralamat Surga adalah sebuah spirit dan keikhlasan yang harus kita fahami.
Penderita Leukemia memang harus kita jadikan sahabat dan belajarlah darinya bagaimana mereka ikhlas dan bertahan sepanjang hidupnya.
Selamat menonton Kartu Pos Wini : Surat Beralamat Surga, mulai 6 April di seluruh bioskop! (Q2)