Lebih lanjut Djonny mengharapkan adanya perhatian dan bantuan pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro kepada bioskop, karena selama ini belum ada bantuan pemerintah terhadap usaha bioskop. Perhatian dan bantuan yang diharapkan, seperti:
(1) Bantuan/insentif pemerintah/pemerintah daerah terutama untuk keringanan biaya listrik. Karena dua komponen biaya terbesar dalam bisnis bioskop adalah biaya karyawan/gaji dan biaya listrik. Untuk menghindari adanya PHK karyawan, dapat dibantu oleh Pemerintah dalam bentuk keringanan tarif listrik (rata-rata bioskop dikenakan tarif B3).
(2) Keringanan dari sisi pajak terutama pengenaan tarif pajak hiburan yang rata di seluruh daerah. Hal ini akan sangat membantu bioskop pada saat pemulihan usaha.
(3) Adanya insentif untuk karyawan bioskop. Selama bioskop tutup maka sebagian besar karyawan diliburkan. Mereka diberikan upah 50% dari yang biasanya diterima, bahkan ada yang tidak diberikan upah selama bioskop tidak beroperasi, mengingat beban operasional yang berat bagi pengusaha bioskop. Mereka adalah karyawan bioskop dan cafe bioskop yang jumlahnya sekitar 10.175 orang di seluruh Indonesia. Mereka rata-rata menerima upah minimum sesuai wilayah masing-masing.
(4) Perlunya kejelasan keputusan terkait penutupan bioskop atau pembukaan kembali usaha bioskop secara serentak, baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
“Semoga pemerintah dan pemerintah daerah memberikan perhatian kepada usaha bioskop, karena bioskop sebagai hilir industri perfilman telah banyak memberikan kontribusi positif dalam mendukung tumbuh kembangnya perfilman nasional, serta dalam hal peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui Pajak Hiburan”, pungkas Djonny. ( Q2/***)