
POJOKSINEMA – Penderita Cerebral Palsy, mungkin menjadi catatan sendiri bagi saya (penulis) dalam film cerita anak berjudul Jendela Seribu Sungai. Sebuah film drama yang banyak menjual kearifan lokal kota Banjarmasin dan sekitarnya.
Film ini juga menghadirkan Walikota Banjarmasin, H Ibnu Sina yang bertindak sebagai Eksekutif Produser. Sederet bintang beken seperti ; Mathias Muchus, Olla Ramlan, Agla Artalidia, Ibrahim ‘Baim’ Imran serta Aryo Wahab dan Ian Kasela yang tampil di penutup film.
Namun ada nama lain yang sebenarnya punya peran penting menghidupkan Jendela Seribu Sungai. Mereka adalah para bintang kecil berbakat seperti ; Bima Sena, Sheryl Drisanna, Halisa Naura dan M Dicky Syafii.
Empat tokoh muda yang duduk di bangku Sekolah Dasar itu, memang bukan para aktor, tapi penampilan mereka cukup menyita perhatian. Pendatang baru, Sheryl Drisanna cukup lahap menelan perannya sebagai Bunga, gadis kecil penderita Cerebral Palsy.

Saya (penulis) cukup kagum menikmati Sheryl Drisanna yang berupaya keras memainkan peran – sejujurnya- tidak mudah dilakukan oleh bintang sebayanya. Inilah tantangan besar baginya untuk bisa eksis di industri film sebagai aktor muda berbakat yang diperhitungkan.
“ Jujur saja ini film pertamaku yang cukup sulit memainkan peran seorang gadis kecil penderita Cerebral Palsy. Dan aku harus melakukan riset dan observasi untuk bisa total dengan karakter bunga, “ ungkapnya kepada pojoksinema.com.
“ Jadi aku tuh cari tahu dahulu seperti apa sih anak Cerebral Palsy, dan seperti apa itu penyakitnya? Dan ini sebuah film yang sangat berbeda dengan film pertamaku sebelumnya. Tapi ini lah pertama kali aku miaj film dengan tantangan yang besar. Butuh totalitas untuk menguasai karakter Bunga, “ lanjutnya.
Ketulusan dan Cita – Cita
Bunga hanyalah sepenggal kisah dibalik cerita ringan Jendela Seribu Bunga yang syarat pesan dan patriotik. Bunga juga yang berupaya legowo menghidupkan aroma drama film ini lewat karakter kuatnya sebagai penderita Cerebral Palsy.
Dan Bunga juga yang memberi contoh bahwa ia tidak sedang sakit dengan Cerebral Palsy-nya tapi ia sedang mengurai impiannya menjadi penari.
Disisi lain, Jendela Seribu Sungai merekam banyak kearifan lokal serta sinematik yang sangat menarik dengan grading color-nya. Bidikan sinematografi sungai-sungai yang mengalir membelah kota Banjarmasin cukup elok di tampilkan.
baca : Bird Box Barcelona: Horor Yang Miskin Sensasi Menegangkan
Belum lagi ketika film ini juga memperlihatkan keelokan warisan budaya dan belantaranya. Ada juga upaya menambah keragaman visual film ini dengan membidik sekuat tenaga alam Loksado.

Bintang cantik Agla Artalidia yang berperan sebagai Ibu Guru Sheila, juga menyita perhatian saya. Paras cantik Agla tetap terbidik kamera dengan ‘pas’ layaknya seorang ibu guru berhijab yang tetap santun berbicara.
Ibu Guru Sheila yang selalu memprioritaskan para muridnya kelak menjadi manusia berbudi pekerti dan patuh terhadap ajaran agama.
Jendela Seribu Sungai adalah para insan yeng memiliki ketulusan mengurai cita-citanya. Mereka tidak ingin pamrih atas perjuangannya.
Jendela Seribu Sungai mengajak kita untuk sadar bahwa negeri ini tidak hanya satu. Tapi memang harus terus bersatu dengan kemajemukannya. (Q2)