Jin Qorin kembalinya Ubay Fox dengan proyek ambisius

Dalam film rilisan White Collar Pictures dan MAXstream ini, Ubay berupaya keras untuk membentuk metamorfosa karyanya. Tapi mungkin, Ubay juga lengah dalam beberapa catatan saya.

anissa hasim foto : kicky herlambang
Anissa Hasim ( foto : kicky herlambang/pojoksinema.com )
Jin Qorin melaju dengan kecepatan transisi yang agak menjengkelkan.

Kenapa demikian? Karena film ini terlalu ‘menghalalkan’ bahwa cara demikian sangat disukai penonton.

Setiap plot dan scene memang harus ada transisi, agar memudahkan penonton mencerna arah cerita. Bahkan jika film ini memainkan twisty plot, penonton Indonesia juga sangat cerdas mencerna.

Asalkan dengan treatment yang cerdas, maka kemasan twisty plot akan menjadi sangat mahal. Apalagi biasanya plot jenis ini selalu dibantu planting, untuk memudahkan penonton mengingat jika twist dimainkan di babak akhir.

Hanya saja, twist film ini tak memberi kejutan bagi saya, jika tak ingin disebut ‘bisa ditebak’.

Belum lagi masalah scoring pada sematan jump-scare yang basi. Saat kini bukan lagi era jump-scare seperti 15 tahun lalu, sound keras tapi hanya membuat berisik teater saja.

Horor modern  memang utuh jumpscare sebagai bonus lah. Tapi tidak penting juga suara kejut harus dikonsumsi penonton, apalagi jika scenenya juga jadi jump-scare gagal.

Ubay Fox dengan naskahnya sebenarnya saya sedikit punya ekspektasi, bahwa kali ini dia akan memberikan yang maksimal. Namun yang terjadi, harapan hanya tinggal harapan belaka.

Dirinya yang juga bertindak sebagai produser semestinya bisa lebih arif menyimak elemen kreatif A sampai Z. Hal ini penting agak komitmen dalam proses treatment pemain dan reading tidak melenceng saat di eksekusi dilapangan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *