Dear David yang kurang dalam menggali cerita dan karakter

Shenina cinnamon dan Caitlin North Lewis
Dalam beberapa scene, Caitlin North Lewis berhasil menghidupkan chemistry dengan Laras yang diperankan Shenina Cinnamon ( foto : kicky herlambang/pojoksinema.com)

POJOKSINEMA – Dear David semestinya mampu lebih dalam lagi menggali potensi cerita dan karakter tiga pemain utamanya. Meski harus saya (penulis) akui penampilan Shenina Cinnamon dan Caitlin North Lewis sangat enjoy dengan porsi perannya.

Durasi 30 menit awal,  saya hanya menatap Dear David seperti terrangkap dengan introducing karakter dan cerita yang bertele. Alhasil, saya akhirnya memahami bahwa film Dear David tak lebih hanya cerita remaja yang baisa saja dengan problem dan gejolaknya.

Penampilan Caitlin North Lewis yang berperan sebagai Dilla memang tidak perlu saya khawatirkan. Ia berhasil main dengan lepas, terlihat santai.

Caitlin North Lewis bisa saya sebut sukses membentuk karakter Dilla yang dibungkus kemampuan bakatnya. Totalitas bintang film Hit and Run ( 2019) dan Paranoia ( 2021 ) itu terlihat jelas.

Dalam beberapa scene, Caitlin North Lewis berhasil menghidupkan chemistry dengan Laras yang diperankan Shenina Cinnamon.

Meskipun saya ingin berharap lebih untuk porsi karakter yang ia mainkan. Namun naskah film ini berbicara lain, dengan kesadaran tinggi saya telah menduga bahwa ini hanya berputar soal komitmen hidup Laras.

Sayangnya bintang muda berbakat Emir Mahira (sebagai David) tak terlalu menonjol aktingnya. Emir dalam Dear David seperti berdiri tegak sebagai symbol yang hanya dipuji saja.

David belum memiliki kesungguhan karakter bahwa ia adalah panel penting untuk menyelarskan ceritanya sendiri. Tugas Lucky Kuswandi  sebagai sutradara untuk meleburkan treatment kreatifnya demi menyelamatkan karakter David.

Jika saya membalik cara memandang cerita, maka semestinya judul film ini adalah Dear Laras. Kenapa demikian? Karena sejak awal film ini memang untuk mendorong Laras saja.

Laras lebih memiliki kekuatan ketibang David sendiri yang terlihat susah payah membangun karakternya.

Bahkan naskah yang ditangani Winnie Benjamin dan Daud Sumolang pergerakannya cukup lamban. Jkka cerita remaja ini seputar percintaan dan persahabatan maka akan nada kemunafikan, hal yang mendasar.

caitlin north lewis
Caitlin North Lewis  ‘Seumpama menghidupkan peran antagonis ketiga teman Laras yang selalu mencibir dirinya’ ( foto : kicky herlambang/pojoksinema.com )

Jika ada kemunafikan biasanya akan berwujud sebuah penghianatan sikap dan hati. Untuk itu kenapa kedua penulis Dear David tidak punya keberanian membakar emosinya.

Tidak serta merta sebuah kekhilafan manusawi harus dengan cepat di eksekusi permintaan maaaf dan rasa sesal. Namun konflik yang bertenaga juga perlu di sematkan agar warna film ini kian cerah dengan cerita dan karakter.

Ada yang sedikit menggelitik,  dalam dialog kepala sekolah dengan Laras dikatakan ia adalah siswa dengan beasiswa atas prestasinya. Pertanyaannya apa prestasi Laras di sekolah??

Ada potensi membuat dramaturgi film ini lebih kental terasa. Seumpama menghidupkan peran antagonis ketiga teman Laras yang selalu mencibir dirinya.

baca disini : Ternyata Almarhum Elisa Siti Mulyani Adik Kandung Artis Ratu Erina

Namun lagi-lagi sutradara gagal menghidupkan elemen ini. Dan kenapa penulis dan sutrdara – bagi saya – cukup lengah untuk tidak memompa habis karakter Dilla.

Sejatinya saya mengharap ia bisa meletup dengan sifat angkuhnya. Padahal Dilla adalah juga tergambar sebagai soisok yang merasa dihianati oleh Laras, sahabatnya sendiri.

Kesimpulannya film ini hanya lebih enjoy berbicara tentang cerita dan karakter  Laras serta problemnya.

Selayaknya drama remaja – bila – tanpa dragging hampir dua jam, semestinya film pabrikan Netflix ini berhasrat tinggi dengan value cerita. Jika saya mencari bedanya dengan film-film cerita drama remaja di televisi, tak ada bedanya dengan tontonan FTV. (Q2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *