Plot dalam cerita di awal, saya ( penulis ) berharap bahwa akan tampil tokoh kharismatik yang mendengki -bersama dendam sumpah serapahnya di masa lalu- tapi rupanya Papushado dan Ehud Lavski yang membidani naskah cerita Gunpowder Milkshake gagal menggunakan toleransinya.
Namun, Navot Papushado juga tidak ingin kendur dengan mengawasi jalannya sinematografi yang dikendalikan Michael Seresin untuk membentuk ruang visual yang menarik sedemikian rupa layaknya film-film aksi kasta mahal.
Meski adegan pertarungan fisik secara koreografi belum cukup terkoordinir untuk menumpahkan scene-scene adu jotos yang dahsyat.
Feminitas yang sebenarnya tak langsung menjadi premis egosentris Gunpowder Milkshake berbeda dengan banyak film-film laga seperti lainnya yang mempertemukan adegan baku hantam sesama perempuan.
Namun aksi sisterhood Gunpowder Milkshake , bila anda sadari- justru melakukan perlawanan dengan gen pria, nyaris tak ada pertarungan dengan sesama wanita di film ini.
Perempuan jika ingin eksis di dunia kekerasan, maka harus unggul segalanya dari pria, pesan ini pun telak sampai meski saya masih menganggapnya ; ahhh.. apalah artis sebuah film, hanya sebuah hiburan belaka!
Anda ingat ketika aktris Uma Thurman berperan sebagai Bride dalam Kill Bill Vol. 1 dan 2 ?
baca : Originalitas trilogi horor Fear Street yang menggugah selera
Maka kita akan melihat bagaimana Bride dengan sendirian menghabisi satu persatu musuhnya hingga di keroyok membabi-buta oleh lawan-lawannya mulai dari pria dan wanita.