POJOKSINEMA – Sutradara Cary Fukunaga telah berhasil memuntahkan kepanikan yang luar biasanya dalam No Time To Die, sebagai kisah petualangan spionase terakhir agen James Bond yang diperankan aktor Daniel Craig.
Allhasil agen Bond lebih leluasa dengan energi filmnya yang nyaris sempurna.
Sebagai waralaba spionase Agen 007 karya sastrawan Ian Fleming -yang diperankan untuk terakhir kalinya oleh aktor Daniel Craig- sutradara Cary Fukunaga memperlihatkan agen Bond yang punya rasa cinta, sosok yang mewah tanpa ragu menunjukkan perasaannya, serta Bond yang akhirnya harus ‘selesai’ pada instalasi ke 25 ini.
No Time To Die sebagai film penutup akhir hayat lakon James Bond yang diperankan Daniel Craig.
Saya ( penulis) tak ingin men-spoiler narasi dari elemen ritual dan dramatik sepak terjang agen rahasia kharismatik buatan Inggris ini, namun saya sangat yakin bahwa kisah petualangan spionase , penuh intrik dan percintaan ala James Bond masih renyah dan agak kenyal untuk dilumat dalam kisah-kisah selanjutnya.
Film No Time To Die pada akhirnya atau setidaknya bagi saya, telah memberikan kesadaran kita dalam melahap produk-produk film industri kapitalis, seperti bagaimana upaya mereka mempertahankan sebuah legacy temurun yang tentu disesuaikan dengan selera dan perkembangan zamannya.
Cara Daniel Craig berpamitan sebagai agen Bond tampak jelas, bahwa film ini – memang- tak boleh lagi memunculkan sedetikpun dirinya di masa datang.
Hal ini dilakukan demi memberikan ruang dan peluang besar bagi para aktor muda asal Inggris Raya untuk ambil bagian memainkan karakter James Bond.