Romansa LOKANANTA Hingga “Kolintang Goes To UNESCO”

Bahkan upaya sinematografer memanjakan mata lewat bidikan lanskap elok mangrove dan pantai serta keindahan alam lainnya, cukup manis terekam.

Artinya, film produksi kerjasama AdGlow Pictures dan Picos Production -yang digawangi duet produser  Aji Fauzi serta Penny Marsetio – itu, telah berpaya sepenuh ‘keyakinannya’ memberikan sajian gambar penuh pesona. Meski saya juga melihat pada beberapa scene dengan fokus yang agak blur, juga touch-up grading pada wajah Rinoa Aurora yang tampak ‘noise’.

Tapi sudahlah, tak apa, memang tidak ada film yang sempurna. Film LOKANANTA juga berhasil mengantarkan pesan toleransinya yang sangat terpuji.

Enjoy Nyanyi Atau Main Film? Begini Pengakuan Sella Selly

Tambahan lainnya adalah peristiwa post-produksi pada ruang elemen musik yang dibidani; Dwiki Dharmawan.

Rinoa Aurora
Rinoa Aurora ( foto : Kicky herlambang/pojoksinema.com )

Betapa Dwiki sangat kental dengan tangan dinginnya dalam persoalan ‘mengisi musik dalam film’. Ayunannya cukup memberikan atmosfer pop yang sangat kuat dan konsisten mengawal cerita.

Namun ada juga yang paling menarik dari film ini adalah sebuah kekuatan misi anak bangsa untuk memperjuangkan warisan leluhur. Kolintang sebagai alat musik yang juga local wisdom masyarakat Minahasa menjadi nilai jual tertinggi dalam drama LOKANANTA itu sendiri.

Pasalnya, musik Kolintang sebagai warisan moyang, telah didaftarkan ke UNESCO untuk segera didaulat sebagai Warisan Budaya Dunia. Kita patut bangga dan mendukungnya apa yang telah diperjuangkan oleh mereka yang sangat memiliki kepedulian menjadikan “Kolintang Goes To UNESCO”.

Lalu bagaimana jalinan asmara Loka dan Ananta itu sendiri? Yah, tentu anda harus menyaksikannya di bioskop mulai 8 Agustus. (Q2)

7 Comments on “Romansa LOKANANTA Hingga “Kolintang Goes To UNESCO””

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *