Sebuah surat cinta dari Joko Anwar kepada para pecinta film di era seluloid. Berkisah tentang seorang kurir rol film (Nicholas Saputra) namun mengalami masalah yang tak terduga. Joko mengemas ceritanya dengan penuh humor dan kejutan. Tetapi di balik itu ada kuliah singkat tentang sejarah dan keajaiban sinema. Sungguh perjalanan manis yang membekas di benak para sinefil hingga saat ini.
Moammar Emka’s Jakarta Undercover (2017, Fajar Nugros)
Adaptasi kedua kali dari buku Moammar Emka. Kisah menarik Pras (Oka Antara) wartawan investigasi peliput dunia malam metropolitan. Sebuah profesi yang mengantarnya mengenal sosok penting di balik mafioso di Jakarta. Jiwa idealisnya perlahan luntur ketika sadar hanya dimanfaatkan untuk agenda kantor. Namun Pras mencoba untuk membalikkan situasi dengan cara yang tak disangka.
Opera Jakarta (1985, Syuman Djaya)
Adaptasi dari novelnya Titi Nginung dan menjadi karya terakhir Syuman Djaya. Seperti biasa karya si bung selalu sarat dengan muatan politik, kali ini dibalut latar kota Jakarta. Ceritanya tentang cinta yang penuh lika-liku dan akhirnya meledak jadi konflik yang bikin tegang. Tambah menarik lagi karena diperkuat aktor top pada zamannya mulai dari Ray Sahetapy, Deddy Mizwar, Zoraya Perucha, hingga Rano Karno.
Jakarta Maghrib (2010, Salman Aristo)
Maghrib adalah momen sakral bagi banyak orang dan Salman Aristo mengemasnya dalam lima kisah drama omnibus yang punya gagasan unik. Mulai dari bocah yang tak boleh keluar rumah saat maghrib, pasangan yang bertengkar hingga obrolan santai kelas menengah penghuni kompleks menjelang azan. Penceritaannya mengalir dan mengajak penonton untuk merenung. Sayangnya tidak semua cerita di sini sama kuatnya. (Bobby Batara)


