Film yang dibintangi bintang muda sekelas Cassandra Lee, Jeff Smith, Nicole Parham -bagi saya- masih cukup untuk mendongkrak dengan menggali sedalam-dalamnya kualitas mereka.
Itupun, andai saja tidak bentrok dengan naskahnya sendiri, bisa jadi “Bad Boy in Love” lahir sebagai film yang sangat komersil. Cukup disayangkan penampilan para bintangnya biasa-biasa saja, tidak beda melihat penampilan di layar kaca FTV.
Mungkin saya lebih nyaman menyaksikan, film ini bertahan dengan simbol sosok karakter seorang ‘bad boys’ yang tidak sekedar jadi bandit sekolahan. Tapi juga memiliki sisi-sisi kebaikan humanis, seperti membantu orang susah.
Membela orang yang lemah, tapi juga tidak perlu melemahkan dirinya dihadapkan musuh sebenarnya, saat dirinya dikhianati sahabatnya sendiri.
“Bad Boy in Love” dan Properti
Banyak yang bisa digali jika film ini memang punya kesungguhan hati mengeksplorasi karakter ‘anak badung’ masa kini. Ditengah langkanya tema drama remaja dengan problem kemandirian dan egonya, maka sepatutnya citra anak badung layak diperdagangkan dengan elok di layar bioskop.
Cacat ringan seperti out-focus dari pembidik kamera, sebenarnya tak perlu banyak terulang di lokasi yang juga sama. Akhirnya menjadi gerutuan saya yang tak lagi bisa dikompromikan.
Begitupun dengan paduan performa bintang mudanya yang seperti lebih ‘fun’ memainkan setara script saja. Tanpa punya kepedulian bagaimana mereka mampu menciptakan paduan chemistry yang bisa memberikan sumbangsih kekayaan sinematik.