
Kisahnya sendiri terinspirasi dari riset Wregas pada fenomena tradisi pesta kerasukan yang terjadi di banyak tempat di tanah air. “Film ini saya buat dengan maksud untuk membalikkan perspektif di mana biasanya kerasukan dipakai untuk menakut-nakuti,” tukas Wregas.
Ia mengemasnya dengan sisi humanis dan menunjukkan sisi kemanusiaan dari mereka yang terlibat dalam pesta tersebut. Baginya kerasukan adalah cara untuk meraih kebahagiaan bagi masyarakat lokal dan cara melepas beban dari keseharian.
“Meskipun setting di film ini bersifat fiktif, namun sebenarnya tradisi kerasukan banyak ditemui di berbagai belahan daerah bahkan dunia, jadi saya rasa film ini bisa menjadi cerita yang universal dan dapat dinikmati di mana saja,” selorohnya lagi.
Sundance International Film Festival adalah salah satu festival film legendaris di Amerika Serikat yang digelar pertama kali pada 1978. Festival film ini merupakan festival film independen terbesar di dunia dan tahun depan akan berlangsung pada 22 Januari–1 Februari 2026. Film “Para Perasuk” terpilih dari total 16.201 film submissions (termasuk 2.579 film panjang internasional) dari 164 negara.
Sebelum terpilih masuk sesi kompetisi di festival Sundance 2026, “Para Perasuk” meraih penghargaan CJ ENM Award di ajang Asian Project Market yang menjadi rangkaian Busan International Film Festival (BIFF) 2024.
Di ajang festival ini, film pendek karya Wregas Bhanuteja, “Tak Ada yang Gila di Kota Ini” pernah pula berkompetisi di Sundance 2020 di program International Narrative Short Films. (bat)


