“Wolf Man” Seharusnya Bisa Menginspirasi Filmmaker Indonesia

Dari Uda Garin Untuk “Mama: Kasih Yang Tak Pernah Mati”

Estetika visual dan pencahayaannya juga luar biasa. Sinematografinya sangat memanfaatkan paduan warna rona biru tua yang menghasilkan keindahannya sendiri. Semua pengaturan cahayanya bergerak dengan cermat untuk menggiring emosi dan ketegangan.

Efek khusus yang digunakan untuk melakukan transformasi serigala sangat manis, tidak kasar. Efek rias dan prostetiknya luar biasa. Ada beberapa momen yang menggelikan saya saat Blake memulai transformasinya, dengan memakan tangannya dan memuntahkan gigi.

Tentu hal ini cukup geli dan agak jijik. Tapi inilah yang diperbuat Leigh Whannell agar film karyanya tersebut lebih terlihat realistis.

Setidaknya “Wolf Man” telah sukses Film menghadirkan pengalaman sinematik  menawan yang meleburkan kedahsyatan visual dengan narasi menegangkan. (Q2)