Dari Uda Garin Untuk “Mama: Kasih Yang Tak Pernah Mati”

preskon mama kasih yang tak pernah mati
‘Kita sangat berhati-hati dengan sound efeknya agar bisa memaksimalkan emosional penonton’ ( foto: kicky herlambang/pojoksinema.com )

POJOKSINEMASetidaknya apa yang telah dilakukan Adi Garin atau Uda Agan lewat film terbarunya “Mama; Kasih Yang Tak Pernah Mati” patut kita apresiasi sebagai individu yang tengah melakukan metamorfosis terhadap karyanya.

Di banding tiga film karya Adi Garin sebelumnya, drama horor “ Mama” lebih bagus. Hasilnya adalah bagaimana Agan  banyak berbenah dalam etalase karyanya.

Film “Mama” adalah wujud kedewasaan Agan untuk terus berpartisipasi di industri film. Terlepas daripada keterbatasan “Mama” sebagai film yang bercerita, setidaknya ada beberapa unsur yang membedakannya dari kebanyakan genre sejenis.

Semisal, anda akan menikmati polesan suspense yang mengawinkan jumpscare dengan sangat bagus. Lalu bagaimana sang DOP (Director of Photography) memainkan bidikan lensa 360 derajat dengan gaya orbit-shoot yang terbungkus elok.

Hal-hal demikian yang sebenarnya langka kita jumpai di banyak genre sejenis. “Mama” sebagai drama dengan energi horor misterinya sebenarnya cukup kuat untuk menjaga plotnya agar tidak terkesan ‘lepas kendali’.